Minggu, 08 September 2019

Minyak kuyang


Cerita Misteri paling menyeramkan
# HANTU_NGAYAU
(Kisah nyata hidup dalam cengkraman siluman tanah Dayak)
------------------------------------
Penulis : Neno Christiandi Nelis.
-------------------------------------
[Semua nama tokoh, tempat atau lokasi kejadian telah disamarkan dan terlarang untuk di gali oleh siapapun selain sang penulis sendiri. Itu semua semata karena
demi menjaga kenyamanan Narasumber dan semua
pihak yang terlibat dalam cerita ini.]
-------------------------------------
.
Di malam yang sepi dan gelap tanpa sinar rembulan,
membuat suasana jalan setapak yang melintasi salah
satu hutan lebat di wilayah Desa Bantei Bambure
menjadi lebih sunyi, mencekam dan sangat
menyeramkan.
.
. Tak ada aktivitas apapun di sana meskipun jalan
tersebut sebenarnya adalah menjadi satu-satunya
penghubung utama antar desa Bantei Bambure dan
desa-desa yang lainnya. Tapi, meskipun dalam keadaan sesepi itu, pada akhirnya masih ada juga satu kendaraan yang berani
melintasinya.
.
. Kendaraan itu adalah sebuah mobil Toyota Kijang
berwarna hitam yang berisikan lima orang
penumpang termasuk supir.
.
. Adapun orang-orang yang berada dalam mobil itu,
selain supir, adalah satu buah keluarga yang baru
saja datang dari Pulau Jawa. Tepatnya Provinsi Jawa
Tengah.
.
. Mereka tak tahu dan tak menaruh curiga sedikitpun
meski saat itu desa yang menjadi tujuan mereka
sebenarnya sudah hampir tak ada penghuninya lagi.
.
. Sang Ibu Rumah Tangga, yang sedari tadi merasa tak
enak perasaan, lama-lama akhirnya mulai berkomentar juga.
.
. "Alamat yang di kasih sama Pak De Bayu Aji itu
benar, kan, Pak? kok suasananya beda sekali dengan
desa kita yang di Jawa. Biasanya, kalau di sana, jam
segini suasana tidak akan sesepi ini, kan?"
.
. "Hmm ... ini Kalimantan, Bu. Ya jelas saja akan
berbeda. Apalagi kita ini menuju salah satu daerah
yang masih terpelosok dan terpencil," sahut suaminya
menjelaskan, yang saat itu mengenakan baju koko
berwarna abu-abu dan berpeci putih bersih.
.
. "Ah. Andai saja Bapak tidak di fitnah sebagai Ustadz
palsu oleh para penjahat-penjahat itu. Kita pasti tidak akan di usir dari kampung halaman dan menjadi perantauan seperti ini," rutuk sang Istri sedih sembari
mengingat kembali peristiwa sedih yang mereka alami dua minggu yang lalu.
.
. "Sudahlah, Bu. Jangan ungkit-ungkit atau mengingat
lagi masalah itu. Anggap saja ini hanyalah ujian dari
Allah. Ujian itu bisa menimpa siapa saja termasuk kita, kan? Nah! Malah dengan dengan adanya ujian ini kita bisa semakin mendekatkan diri kepada Allah."
.
. "Hmmm ... Bapak benar. Tapi ibu rasanya masih sakit hati bila mengingat kejadian pemfitnahan yang keji itu!"
.
. "Sudah. Sudah. Sebaiknya Ibu Istigfar saja. Tidak
enak kalau nanti di dengar oleh anak-anak," pungkas
sang suami, yang ternyata seorang ustazd muda
berusia sekitar tiga puluh tahunan lebih, yang
merupakan salah satu jebolan pesantren yang
berkharismatik dan cukup berdedikasi tinggi.
.
. Dan demi mendengar tukasan suaminya tadi, Sang
istri pun segera menurut serta langsung terdiam
seribu bahasa.
.
. Tapi, meski saat itu mulutnya terdiam, namun dalam hatinya terus merutuk dan menyimpan rasa dendam
yang cukup dalam.
.
. Mengenai hal ini, sebenarnya Sang suami, yang bila
di kampung halamannya akrab di panggil dengan
sebutan Ustadz Arief Sapoetra, sering menasihati sang istri agar jangan membiasakan diri untuk
menyimpan rasa dendam walau sekecil apapun.
.
. Malahan Ia justru sering mengajarkan untuk tetap
memprioritaskan membuka pintu maaf dan pintu
ampun kepada siapapun yang berbuat jahat.
.
. Namun karena istrinya dulu, sebelum menikah,
berasal dari latar belakang keluarga yang sangat
berbeda dengan keluarganya Ustazd Arief, maka
Ustazd Arief sampai saat ini masih bisa di bilang tetap dalam tahap pembimbingan istri. Itu lantaran Sang istri cenderung suka larut dalam kata hatinya sendiri.
.
. "Ya Allah. Selalu kuatkanlah hamba-Mu ini!" seru
Ustazd Arief dalam hati setiap mengingat begitu
banyak tanggung jawab yang harus ia pikul sekarang.
.
. Ya! Di sisi lain ia harus mampu membawa keluarga
kecilnya untuk beradaptasi dengan dunia baru, dan di sisi lain pula ia harus mampu membimbing istri dan anak-anaknya untuk jangan pernah lepas dari ajaran agama mereka meski dimanapun berada.
.
---
.
. Satu jam kemudian, akhirnya mobil yang mereka
tumpangi sudah berhasil membawa mereka
memasuki wilayah desa Bantei Bambure.
.
. Saat itu suasana desanya benar-benar sepi dan
hampir tak terlihat satu titik cahayapun.
.
. Bahkan sang supir, yang merupakan orang
Kalimantan asli, juga bingung melihat keadaan desa
yang seperti itu.
.
. "Ini aneh, Pak Ustazd. Seumur-umur jadi supir travel, baru ini saya memasuki desa yang seakan tak ada penghuninya!" celetuknya serius.
.
. "Tapi ini benaran desa Bantei Bambure, kan, Pak?" tanya Ustazd Arief memastikan.
.
. "Iya. Benar. Karena meski saya jarang-jarang ke sini, namun dua minggu yang lalu teman saya yang
pernah mengantarkan penumpang ke sini. Dan dia
mengatakan kalau desanya ramai dan sudah cukup maju. Tapi ... Ini kok beda ya suasananya?"
.
. "Hmm ... Saya bukannya sok tahu. Tapi, bukankah
dalam bulan-bulan seperti ini para warga desa
biasanya sedang dalam musim menabur padi. Jadi,
menurut paman saya, yang sudah lama merantau di Kalimantan ini, kebanyakan warga akan menginap di ladang selama musim itu, kan?" ucap Ustazd Arief dengan mengutip cerita dari Pamannya.
.
. "Oh iya. Benar juga, ya. Saya baru ingat sekarang!"
Sahut sang supir membenarkan.
.
. "Nah. Kalau begitu selanjutnya tolong antarkan kami sampai RT 03, ya? Kami akan turun di sana," ucap Ustazd Arief lagi sembari tersenyum ke arah Sang supir.
.
. "Baik, Pak. Sebentar lagi kita akan sampai."
.
. "Oh ya? Baguslah."
.
---
.
. Lima menit kemudian, akhirnya mereka sampai juga di tempat yang di tuju.
.
. Dan begitu turun dari mobil, mereka langsung di
sambut oleh aroma yang tak biasa. Yaitu aroma
harum bunga pinang, yang lazim di sebut sebagai bunga Manyang oleh para suku Dayak.
.
. Menghadapi keanehan itu, sang supir segera
mendekat dan membisiki sesuatu ke telinga Ustazd
Arief.
.
. "Sepertinya Anda harus hati-hati, Pak. Saya
sepertinya merasakan ada yang tidak beres dengan
desa ini."
.
. "Oh, ya? Apa itu, Pak?" sahut Ustazd Arief antusias.
.
. "Entahlah. Tapi kayaknya mulai sekarang Anda
harus lebih waspada."
.
. "Ya, ya. Baiklah, Pak. Insyallah saya akan selalu
waspada. Terima kasih atas saran-saran dan
peringatan dari Bapak." .
. "Iya. Ya sudah. Kalau begitu saya pamit dulu."
.
. "Baiklah. Silahkan. Dan sekali lagi terima kasih
banyak karena sudah mengantar kami sampai di
sini."
.
. "Iya, Pak. Sama-sama."
.
. Lalu, sepeninggalnya sang supir travel, bersama
mobil yang mereka tumpangi tadi, kini Ustazd Arief
segera mengajak keluarga kecilnya menuju sebuah rumah yang nampak gelap dan tak berpenghuni lagi.
.
. Melihat keadaan rumah yang seperti itu, dua orang
anak termasuk istrinya nampak ragu-ragu mengikuti
langkahnya.
.
. "Kalian kenapa?" tanya Ustazd Arief bingung sembari menoleh ke belakang.
.
. "Tidak apa-apa kok, Pak. Hanya saja rumahnya
seram banget," sahut sang anak sulung, yang
merupakan seorang anak perempuan yang baru berusia sekitar tiga belas tahun itu polos.
.
. "Seram gimana, sih? Inikan rumahnya Pak De kalian
dulu, loh," sahut sang ayah menjelaskan.
.
. "Iya. Tapi ... "
.
. "Sudahlah. Kalian ini kenapa, sih? Sebaiknya kita
buruan masuk supaya cepat-cepat bisa istirahat. Dan
besok kita akan sama-sama mendatangi rumah Pak
Kepala Desa untuk memberikan laporan tentang
kedatangan kita ini."
.
. "Hmmm ... Iya. Baik, Pak," angguk sang anak
akhirnya sembari mulai mengikuti langkah ayahnya.
.
. Dan sementara itu, istrinya Ustazd Arief, yang
sedang menggendong anak mereka yang kedua, yang merupakan seorang anak laki-laki berusia
sekitar lima tahunan lebih, terlihat tak mau banyak
berkomentar. Ia tetap diam seribu bahasa walau
dalam hatinya juga merasakan hal sama dengan
putrinya.
.
. ---
.
. "Klik!" Kunci mulai di putar perlahan. Dan begitu pintu terbuka, dari dalam rumah langsung muncul hawa dingin yang seketika membuat Ustazd Arief
merinding.
.
. Maka, sesuai dengan pengalaman yang didapatnya
selama ini, hawa itu menandakan jika rumah tersebut ada Penunggunya.
.
# Bersambung.
V